TEMPO.CO, Jakarta - Ma'ruf Amin menyayangkan pidato politik dalam acara Reuni 212 yang digelar di Monas pada Ahad, 2 Desember 2018 lalu. Salah satunya dengan seruan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab yang meminta peserta aksi untuk memilih presiden berdasarkan hasil rekomendasi Ijtima Ulama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa.
Baca: Ma'ruf Amin Klaim Ulama Pro Prabowo Beralih Dukung Jokowi
"Seharusnya dijaga, jangan sampai 212 dituduh sebagai kendaraan politik. Kalau mau berpolitik, pakai jalan lain saja. Jangan 212. Banyak jalan menuju Mekah," kata Ma'ruf Amin sambil tertawa saat wawancara eksklusif Tempo di kediamannya, Jumat dua pekan lalu.
Dalam pidato yang direkam dari Mekah, Rizieq meminta peserta aksi untuk tidak memilih partai pengusung penista agama. Selain itu, Rizieq juga meminta massa memilih presiden yang berasal dari Ijtima Ulama. Dia memang tidak menyebut nama. Namun, calon presiden Ijtima Ulama merujuk kepada Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Sementara itu, Koordinator Reuni 212 Yusuf Martak mengatakan pidato pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di hadapan massa aksi 212 yang berbau politik sudah di luar kewenangan panitia. Ia membantah jika acara yang digelar di Monas pada Ahad, 2 Desember 2018 itu bermuatan politik
Kepada Tempo, Ma'ruf bercerita sudah lama mengenal Rizieq. Ma'ruf mengatakan bahkan ia pernah membesuk Rizieq yang ditahan di Kepolisian Daerah Metro Jaya pada 2008 saat insiden Monas. Saat itu, Ma'ruf menjabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Simak: Cerita Ma'ruf Amin soal Curhat Jokowi yang Dituduh Anti Islam
"Saya sampaikan, berjuang harus di koridor, jangan keluar dari rel. Dulu, dia hormat sama saya. Saya tidak tahu sekarang," kata Ma'ruf Amin sambil tertawa.